Tidak terasa ya bohong ding, cukup terasa sebenarnya sudah satu bulan kita semua #dirumahaja bersama anak-anak yang sekolah di rumah dan suami yang bekerja dari rumah. Jika di awal suasana #dirumahaja masih sangat kondusif, ritme aktivitas sehari-hari masih teratur, maka ternyata setelah satu bulan berjalan, suasananya masih kondusif tapi cenderung fluktuatif :)) Apalagi soal mood mama dan anak yang harus bekerja sama menyelesaikan tugas dari sekolah. Semakin kesini tugas sekolah Aliyah sebenarnya tidak terlalu berat bahkan cenderung lebih ringan. Nah, yang menjadi tantangan adalah semakin kesini mood Aliyah semakin naik turun begitu pun dengan saya. Agar tidak keterusan dengan mood yang naik turun, saya mencoba memahami emosi diri sendiri lebih dulu, lalu mencoba memahami perasaan Aliyah.
Satu minggu setelah saya memustuskan unfollow beberapa akun sosial media portal berita, saya merasa mood saya menjadi jauuh lebih baik. Lebih sering chat dengan keluarga jauh, lebih sering video call dengan bapak, mama dan adik saya, bahkan dengan beberapa sahabat. Emosi saya menjadi jauh lebih stabil. Setelah emosi saya menjadi lebih stabil. selanjutnya, saya mencoba memahami perasaan Aliyah. Dari kelas parenting online yang sempat saya ikuti, ternyata ada yang kadang terlupa oleh kita para orangtua, kalau anak-anak juga punya perasaan. Meski mereka tampak sibuk bermain, tetapi ternyata mereka juga punya rasa bosan namun masih sulit untuk mengungkapkannya (in case untuk anak usia toddlers). Hal yang sama juga terjadi pada Aliyah. Di awal sekolah di rumah, Aliyah sangat excited melakukan dan menyelesaikan berbagai assignment, namun akhir-akhir ini ia cenderung menolak dan berujung saya pun tidak mengumpulkan assignment yang diminta (saya mencoba untuk tidak memaksa Aliyah harus mengerjakan assignmentnya dan harus mengumpulkan tepat waktu).
Lalu bagaimana pada akhirnya? Pada akhirnya Aliyah berhasil menyelesaikan assignmentnya dengan mood yang bagus dan tanpa terpaksa meski harus terlambat dua hari. Nah, apa saja yang coba dilakukan untuk mengembalikan mood si anak toddlers untuk menyelesaikan assignment dari sekolah?
1. Menyelesaikan tugas sefleksibel mungkin.
Anak-anak usia toddlers punya kemampuan dan kelebihan masing-masing. Ada yang sudah mampu beraktifitas secara teratur sesuai dengan jadwalnya, ada yang masih harus menunggu mood nya bagus dulu baru dapat memulai suatu aktifitas. Kita para ibu yang paling tau karakter anak kita sendiri. Kita dapat menyesuaikan aktifitas harian anak sesuai dengan karakter anak kita :) Membuat jadwal aktifitas untuk anak yang sudah siap dengan keteraturan, atau memulai dengan aktifitas kesukaan anak untuk membangun mood yang baik bagi anak yang perlu mood bagus untuk menyelesaikan sesuatu. Kalau versi Aliyah, karena anaknya punya temperamen yang cenderung slow to warm, maka sebelum masuk jam "sekolah di rumah" biasanya ia punya waktu untuk chillin' lebih dulu, seperti minum susu, mandi, makan, dan bermain sebentar sesukanya. Anak-anak boleh memulai kapan saja saat mereka siap :) (in case di sekolah Aliyah tidak ada video conference, dll).
Untuk durasi waktu menyelesaikan tugas pun dibuat sefleksibel mungkin. Memberi jeda istirahat, atau selingan kegiatan lain bisa menjadi pilihan saat anak merasa sudah lelah atau bosan :) Nanti, kita bisa bertanya kembali apakah mereka sudah siap atau belum untuk kembali menyelesaikan tugasnya. Nah, sama seperti anak, kita pun boleh meminta jeda saat merasa sedikit kelelahan atau perlu mengerjakan pekerjaan lainnya. Misalnya kita perlu mencuci piring sebentar, kita boleh bilang ke anak kalau sedang butuh waktu untuk mencuci piring dan akan kembali belajar dan bermain bersama setelah kegiatan mencuci piring selesai. Tips nya, pastikan kita benar-benar kembali kepada mereka saat pekerjaan kita selesai :) Hal ini sekaligus dapat membangun trust anak kepada kita. InsyaAllah, anak menjadi lebih mudah diajak bernegosiasi di kemudian hari (saya punya pengalaman ini bersama Aliyah :)). Oh iya, kita juga bisa mengajak anak untuk terlibat di dalam kegiatan kita sebagai pengisi waktu jeda mereka. Membantu mencuci piring dengan senang hati mereka lakukan karena itu tandanya mereka boleh bermain busa sabun dan air. It's kind of happiness for them hihihi.
2. Menurunkan standar
Kita para ibu, secara sadar ataupun tidak, pasti punya standar tertentu dalam membersamai anak di rumah. Di situasi pandemi seperti sekarang ini, ataupun kondisi tidak stabil lainnya, kita boleh menurunkan sedikir standar kita dari kondisi normal seperti biasanya. Mungkin ini masih berkaitan dengan fleksiblitas di point 1, dengan tambahan tidak menaruh ekpektasi yang terlalu tinggi pada anak. Di luar konteks menyelesaikan tugas pun, sedikit menurunkan standar dapat dilakukan dalam konteks yang lain misalnya saat anak ingin bermain diluar namun kita merasa was-was. Yang tadinya tidak boleh sama sekali bermain diluar, sekarang boleh bermain diluar saat tidak terlalu ramai, dengan batasan waktu tertentu misalnya (tentu ini mungkin akan berbeda di setiap lingkungan rumah).
3. Permainan kata
Di awal minggu #dirumahaja, saat Aliyah dan saya akan memulai sekolah di rumah, saya akan dengan gamblang mengajaknya dengan berkata "Yaya, ayuk sekolah di rumah sama mama yuk", dengan mudahnya Aliyah langsung mengiyakan karena waktu itu ia masih sangat excited. Nah, belakangan saat semangatnya mulai menurun, kalimat tersebut tidak lagi efektif, bahkan saya mendapatkan respon penolakan dari Aliyah. Akhirnya dicoba mengganti kalimat tersebut dengan " Yaya, ayuk main diluar yuk" jika tugas sekolah yang diberikan seperti berolahraga misalnya. Ternayata kata "main" menjadi daya tarik nya saat ini. Mencari pilihan kata pengganti ajakan sesuai dengan minat anak saat ini bisa jadi trik untuk mengajak anak menyelesaikan tugasnya tanpa paksaan :)
4. Memahami perasaan anak
Akan selalu ada alasan atas sebuah jawaban, begitu pula dengan jawaban penolakan dari anak saat menolak untuk menyelesaikan tugas sekolah. Mencoba berbicara kepada anak dari hati ke hati saat mood kita dan anak sedang bagus dapat dilakukan untuk mengetahui alasan penolakan mereka untuk menyelesaikan tugas dari sekolah, meski jawabannya dari si anak usia toddlers ujung-ujungnya random saja, atau cuma sekedar "nggak suka". Kalau jawaban yang diberi adalah "ngga suka" kita bisa bertanya lagi, ga suka apanya, dimananya, apakah gambarnya atau tulisannya. Intinya kita dapat menunjuk secara detail setiap detail tugas anak untuk menemukan bagian mana yang tidak disuka olehnya. Karena biasanya kalau kita hanya balik bertanya 'kenapa ga suka' biasanya ujung-ujungnya jawabannya tetap 'nggak suka' titik, hahaha. Beberapa alasan dari Aliyah biasanya karena tidak suka gambarnya, atau ia sedang tidak suka difoto atau divideo terus-terusan. Mungkin di dalam batinnya 'mama, plis i need a privacy' wkwkwk.
Eh, tapi beneran loh teman-teman mama, anak juga bisa merasa sangat terganggu kalau kita foto atau mengambil gambar mereka terus. Kita bisa mencoba untuk berefleksi bagaimana rasanya menjadi anak, yang kalau tiap ngapa-ngapain di fotoin atau divideo-in melulu. Agak ganggu kan ya, lama-lama. Biasanya saya akan ijin dulu ke Aliyah jika akan memgambil gambar dirinya. Kalau Aliyah merasa kurang nyaman, maka yang diambil gambarnya hanya tangannya saja, atau alternatif lainnya bisa pakai tripod untuk mengurangi visual Aliyah yang melihat saya memegang kamera. Tripod juga bisa membantu saya untuk tetap bisa berinteraksi dengannya, melihat mata ke mata secara fokus, dan InsyaAllah Aliyah merasa jauh lebih nyaman :)
Last but not least, selain dari keempat poin diatas yang juga penting adalah tetap menjaga mood kita dalam kondisi bagus saat menemani anak sekolah di rumah. Saya sangat memahami bahwa hal ini bukan perkara yang mudah karena saya sendiri pun kadang moodnya masih naik turun. Namun ada satu hal yang selalu menjadi pengingat bagi saya agar berusaha semangat menemani Aliyah adalah pengalaman masa kecil saya. Saya punya pengalaman masa kecil yang
pernah diajarin perkalian dengan bapak tapi pakai sedikit esmosi (maaf ya pak,
I remember that, but thanks so much Pak, now I learned to teach
Yaya better, hehe).
Tidak bisa dipungkiri, inner child kita membuat kita belajar
banyak sekali. Yang tidak enak, tentu saja membuat kita tidak ingin
terulang kepada anak kita. Percayalah, saya adalah hasil anak yang diajarin dengan sedikit
esmosi, dan setelahnya, saya jadi trauma kalau mau minta diajarin lagi. Lalu pada akhirnya saya
memilih belajar sendiri, membuat diri merasa sendiri an, dan berujung nilai rapor yang
jeblok kala itu. Kalau banyak quotes jokes tentang ini, percayalah this not a
joke to your kids. Lalu, bagaimana supaya mood kita bagus? Kita bisa mencoba melakukan me time sambil refleksi apa saja yang mempengaruhi mood kita, dan mencoba mengurangi jika pengaruhnya kurang bagus dan menambahkan jika ternyata membuat mood kita menjadi lebih baik. Ataupun bisa sesederhana mandi dulu, makan dulu, atau scrolling IG dulu (hati-hati biasanya yang ini suka kebablasan :P) dan kita bisa memulai menemani anak kapanpun ketika kita siap :)
Nah, kalau teman-teman mama, apa nih yang menjadi tantangan membersamai anak sekolah di rumah? Yuk, share sama-sama di sini :)
Semoga bermanfaat ya :)
Disclaimer: Saya bukanlah seorang expert di bidang parenting/ psikologi. Tulisan diatas ditulis berdasarkan pengalaman pribadi, yang mungkin saja kondisinya bisa berbeda dengan kondisi teman-teman mama :)