Dari Membaca Artikel Di Ibupedia, Saya Belajar Berdamai Dengan Inner Child Yang Terluka

| on
July 12, 2021

 

Saya sadar saya bukan ibu yang sempurna. Saya masih seringkali kelepasan marah ke anak. Sekali waktu saya marah besar ke Aliyah. Hari-hari berlalu, ternyata ia masih mengingat kejadian itu. Satu hal yang selalu ditanyakannya, "Mama, kenapa waktu itu mama marah sekali ke Yaya?" Saya terdiam. Hati saya patah mendengar ucapannya. Pengalaman masa lalu saya terulang kembali"

Halo!

Bagaimana kabarnya teman-teman mama? Semoga sehat selalu ya :) Cerita saya diatas adalah satu dari cerita yang cukup menyedihkan bagi saya dalam menjalankan peran sebagai orangtua. 

Saya percaya tidak ada orangtua yang senang memarahi anaknya, bahkan sampai membuat anaknya trauma dan meninggalkan bekas di dalam ingatan sang anak. Saya pun demikian. Saya sangat sedih ketika sekali waktu saya marah kepada Aliyah, ternyata peristiwa itu meninggalkan bekas di dalam ingatannya. Saya mungkin telah menjadi penyebab trauma masa kecil yang kurang baik bagi Aliyah :'( 

Kondisi ini semakin diperburuk dengan pola pikir saya yang menyalahkan pola asuh kedua orang tua saya di masa lalu yang membentuk saya menjadi ibu yang mudah marah. 

"Tidak salah saya menjadi seperti ini, karena dulu orang tua saya mendidik saya seperti ini" pikir saya waktu itu.


Seiring dengan berjalannya waktu, saya mulai sadar kalau saya tidak boleh terus-terusan seperti ini. Saya merasa ada yang salah dengan pola pikir saya. Tidak seharusnya saya membenarkan tindak amarah saya kepada Aliyah. Apalagi sampai meninggalkan trauma baginya.

Tindak amarah saya kepada Aliyah adalah tanda kalau saya belum bisa memutus mata rantai pola asuh yang kurang baik di masa lalu. 

Saya merasa harus melakukan sesuatu. Memperbaiki apa yang telah terjadi, sebelum benar-benar terlambat. Saya ingin belajar untuk menjadi ibu yang jauh lebih baik untuk Aliyah. 

Belajar Berdamai dengan Inner Child

Sebagai orang awam saya tidak tahu pasti apa istilah untuk trauma masa kecil yang kurang baik. Karena ketidaktahuan ini, maka saya putuskan untuk mencoba mencari tahu apa dan bagaimana cara mengatasi trauma masa kecil. 

Saya lalu membuka situs Ibupedia, sebuah platform dimana saya biasanya mendapatkan berbagai informasi tentang dunia parenting, keluarga, kesehatan anak, bayi dan info seputar kehamilan. Siapa tau ada artikel yang membahas tentang mengatasi trauma masa kecil disini, pikir saya waktu itu.



Akhirnya saya sampai pada sebuah artikel di Ibupedia,  tentang inner child yang berjudul 7 Langkah Mudah Mengelola Inner Child Dalam Mengasuh Anak  Saya pun mulai mengerti atas apa yang saya rasakan dan alami selama ini. 

"Alhamdulillah, akhirnya saya mendapatkan petunjuk bagaimana cara mengatasi trauma masa kecil seperti yang saya alami selama ini setelah membaca artikel tentang inner child di Ibupedia "

Trauma masa kecil yang saya alami ternyata adalah inner child yang terluka yang tersimpan di dalam diri saya.

Ya, menurut pakar, inner child adalah pengalaman di masa lalu, tidak hanya di masa kecil melainkan di semua tahap kehidupan yang telah kita lalui.

Pengalaman ini yang kemudian tersimpan menjadi memori positif ataupun negatif di dalam diri kita, yang tanpa kita sadari ternyata mempengaruhi diri kita dalam mengekspresikan diri saat dewasa.

Saat menjalankan peran sebagai orangtua, inner child saya yang tersimpan selama ini menjadi sering muncul ke permukaan. 

Misalnya seperti, saya menjadi ibu yang mudah marah, karena saya merasa sering dimarahi sewaktu kecil dulu, yang mungkin dapat membuat Aliyah juga tumbuh menjadi orang yang mudah marah.

Atau, trauma lain seperti tidak ingin memiliki anak dengan kelahiran jarak dekat karena khawatir Aliyah kurang mendapatkan perhatian seperti yang saya rasakan dulu sebagai anak sulung dari 3 bersaudara dengan jarak kelahiran yang berdekatan. Padahal, mungkin disisi lain, keputusan ini dapat membuat Aliyah merasa kesepian karena tidak ada saudara yang dapat diajak bermain bersama di rumah. 

Jika saya tidak berusaha berdamai dengan trauma-trauma saya diatas, mungkin saja tanpa saya sadari saya  menurunkan trauma tersebut kepada Aliyah. Dan mata rantai trauma masa kecil saya akan terus terjalin bahkan mungkin bisa sampai ke cucu saya kelak.

Pada akhirnya, saya mencoba belajar untuk berdamai dengan inner child saya agar dapat memutus mata rantai trauma masa lalu yang kurang enak ini.


Apa saja sih yang sebenarnya menjadi penyebab inner child kita terluka?

Sebelum memulai untuk berdamai dengan trauma masa kecil, saya lebih dulu mencoba memahami lebih dalam apa yang kira-kira menjadi penyebab seseorang mengalami trauma di masa kecil nya. Apakah benar pola asuh orang tua dan pengalaman masa kecil yang kurang menyenangkan dapat menjadi penyebab inner child dalam diri saya terluka? 

Pada gambar adalah beberapa kemungkinan kejadian di dalam hidup yang menjadi penyebab inner child dalam diri yang terluka dilansir dari Ibupedia dan Better Help,


Kejadian-kejadian diatas mungkin pernah dialami sebagian dari kita yang tanpa kita sadari ternyata bisa jadi  menjadi penyebab trauma masa kecil. Mengetahui penyebab dari trauma masa kecil yang dialami adalah langkah awal untuk berdamai dengan trauma masa kecil. Saya sendiri berusaha belajar untuk menerima bahwa kejadian di masa lalu yang meninggalkan trauma bagi saya merupakan bagian dari perjalanan hidup saya.

Sama seperti memori masa kecil yang menyenangkan yang seringkali dianggap sebagai pengalaman yang berharga, saya pun belajar untuk mengganggap trauma di masa kecil saya sebagai pengalaman yang sama berharganya :) Harapannya, dengan belajar menerima, langkah saya untuk berdamai dengan trauma masa kecil saya menjadi lebih mudah.


Lalu, bagaimana cara untuk berdamai dengan trauma masa kecil?

Saya salah satu yang percaya bahwa setiap orang memiliki "waktu" nya masing-masing untuk dapat berdamai dan pulih dari traumanya di masa kecil :) Meski mungkin tidak secepat apa yang diharapkan, perlahan tapi pasti, tentu usaha untuk berdamai dengan trauma masa kecil ini akan berbuah manis, InsyaAllah :)

Di artikel Ibupedia, 7 Cara Mengelola Inner Child Dalam Mengasuh Anak yang saya baca, ada beberapa tips yang diberikan yang bisa kita lakukan untuk mulai berdamai dengan inner child yang terluka.  Apa saja ketujuh tips nya? Saya sharing garis besarnya saja ya :) Untuk detailnya, teman-teman dapat langsung klik di judul artikelnya ya :)



  1. Berdamai dengan diri sendiri dan masa lalu terlebih dulu.
  2. Mencoba memaafkan kesalahan pola asuh orang tua di masa lalu.
  3. Memberi perhatian penuh dengan tulus kepada anak kita sebagai bentuk self healing dari inner child yang terluka.
  4. Mengindentifikasi inner child yang kita miliki. Inner child yang negatif yang kita miliki sebaiknya tidak diturunkan ke pola asuh kita ke anak, sebaliknya inner child yang positif dapat kita adaptasi di dalam pola asuh kita.
  5. Mengurangi intensitas berada di dalam lingkungan yang menjadi penyebab trauma di masa kecil.
  6. Mengapresiasi diri sendiri atau melakukan re-parenting sebagai wujud mencintai diri sendiri.
  7. Berbagi cerita kepada orang terdekat yang dapat dipercaya, atau berkonsultasi dengan ahli seperti psikolog.

Oh iya, saya juga membaca artikel lain yang terkait dengan inner child di Ibupedia. Artikelnya berjudul Berdamai Dengan Inner Child, Atasi Luka Yang Tertinggal Tips untuk berdamai dengan inner child di kedua artikel di Ibupedia inilah yang kemudian saya gunakan untuk pelan-pelan belajar berdamai dengan trauma masa kecil, ditambah juga dengan beberapa referensi lain dari jurnal tentang inner child.

Pada intinya saya perlu merangkul inner child saya dan membangun koneksi dengannya agar saya dapat lebih mudah untuk berdamai dengan inner child saya yang terluka.

Tips dari Ibupedia ini menjadi awal bagi saya untuk akhirnya bisa menerima inner child yang terluka sebagai bagian dari diri saya. Ia telah bertumbuh bersama bagian dari diri saya yang lain. Belajar menerima kenyataan ini membuat saya merasa jauh lebih baik :) 


Lalu bagaimana caranya saya dapat berdamai dengan trauma di masa kecil?

Selama ini ada beberapa cara saya coba lakukan untuk mencoba berdamai dengan trauma masa kecil saya. 

Pertama, seperti cerita saya diatas saya mencoba untuk menerima pengalaman masa lalu sebagai bagian dari perjalanan hidup, baik itu pengalaman yang menyenangkan ataupun yang kurang menyenangkan seperti trauma di masa kecil. Saya benar-benar berterimakasih pada Allah atas apa-apa yang sudah saya lalui selama ini, dan dari ini rasa ikhlas atas apa yang telah terjadi mulai tumbuh di dalam hati saya.

Kedua, memaafkan kejadian masa lalu yang telah terjadi. Setelah dapat menerima pengalaman masa lalu sebagai bagian dari perjalanan hidup saya, pelan-pelan saya mulai dapat memaafkan kejadian di masa lalu yang meninggalkan trauma bagi saya. 

Dari pengalaman saya, untuk dapat lebih legowo dalam memaafkan, mencoba untuk bercerita dari hati ke hati dengan orang-orang terdekat yang ada di sekitar saya seperti suami, orang tua dan adik saya sangat membantu proses ini.

Dari bercerita dengan orang terdekat, saya menjadi lebih mengerti dan memahami jika apa yang menjadi trauma di masa kecil saya bukan sepenuhnya kesalahan dari kedua orang tua saya. Kedua orang tua saya bahkan tidak pernah berniat untuk melukai perasaan saya. 

Yang sebenarnya terjadi adalah mata rantai pola asuh di masa lalu (dari kakek nenek) yang diturunkan kepada kedua orang tua saya, lalu orang tua saya menurunkan pola asuh yang kurang lebih sama kepada saya dan kedua adik saya.

Inilah kenapa, saat ini menjadi penting untuk belajar memutus pola asuh di masa lalu yang kurang baik agar kita tidak menurunkannya ke anak-anak kita, agar tidak menjadi trauma masa kecil anak kita. Mungkin memang bukan hal yang mudah, tapi jika kita mencoba semampu kita, InsyaAllah akan berbuah manis di kemudian hari, Aamiin :)

Ketiga, menulis jurnal tentang apa yang menjadi trauma masa kecil saya, atau apa yang sebenarnya saya rasakan selama ini. Menulis jurnal sebenarnya bukan kebiasaan yang biasa saya lakukan. Namun, setelah mencoba menulis jurnal untuk lebih mengenali diri sendiri, ternyata saya dapat lebih mengerti apa yang saya rasakan. Meski sebelumnya saya sudah mencoba untuk mengerti diri saya dengan cara berpikir dan merenung, namun ternyata dengan menulis jurnal, rasanya menjadi jauh lebih baik dan lebih menyentuh. 




Jika teman-teman mama juga ingin mencoba untuk mulai menulis jurnal, berikut beberapa hal yang dapat ditulis di jurnal yang disadur dari Ibupedia dan artikel di Phsychology Today.com, yang juga saya coba aplikasikan dalam proses berdamai dengan inner child :)
  • Mulai menulis dari hal yang sederhana untuk mengenal diri sendiri seperti aku pencemas karena...
  • Menulis sebuah surat untuk sosok anak kecil yang ada di dalam diri kita. Isinya dapat berupa ucapan terima kasih, atau pernyataan kalau kita sayang padanya.
  • Menulis tentang apa yang kita rasakan dan apa yang menjadi penyebab dari perasaan tersebut.
  • Menuliskan apa yang sebenarnya kita inginkan.
  • Menulis tentang apa yang sebenarnya ingin kita ubah dan bagaimana langkah yang dapat kita tempuh untuk mencapai perubahan itu.
Keempat, belajar mencintai diri sendiri dan berterima kasih ke diri sendiri karena sudah melalui kejadian di masa lalu dan masih mau berjuang sampai sekarang. Tadinya saya tidak begitu tahu bagaiamana cara untuk mencintai diri sendiri. 

Dari tips di artikel Ibupedia, saya mencoba mengaplikasikan bentuk mencintai diri sendiri dengan berbicara kepada diri kalau saya mencintainya dan mau mendengarkan apa yang dirasakannya. Biasanya dilakukan sembari memeluk diri sendiri sambil berbicara dari hati :)

Bentuk lain mencintai diri sendiri juga bisa dengan melakukan 'me time' dan mengisinya dengan hal-hal yang kita senangi agar tangki cinta kita terisi penuh hingga cukup untuk dibagi ke diri sendiri dan orang lain, seperti suami dan anak :)



Apa perubahan yang dirasakan dan manfaat yang didapatkan setelah belajar berdamai dengan trauma masa kecil?

Saya sangat menyadari kalau tiap-tiap individu memiliki trauma masa kecilnya masing-masing dan membutuhkan waktu untuk pulih yang tidak sama satu dengan yang lainnya :) Versi saya, setelah berberapa bulan terakhir mencoba belajar berdamai dengan trauma masa kecil saya dengan keempat cara yang saya sebutkan diatas, saya merasa ada perubahan yang cukup berarti di dalam diri saya dan orang-orang di sekitar saya. Beberapa perubahan yang saya rasakan diantaranya;

  • Menjadi tidak mudah marah kepada anak 
Saya tidak lagi membenarkan tindakan marah saya kepada Aliyah sebagai bentuk dari akibat pola asuh orangtua saya di masa lalu. Saya sadar  jika saya perlu belajar untuk mengelola emosi dengan lebih baik lagi agar tidak mudah marah kepada Aliyah.
  •  Hubungan dengan keluarga menjadi lebih hangat dari sebelumnya.
Belajar tentang inner child membuat saya menjadi lebih mengerti jika orang lain pun punya inner child dan trauma nya masing-masing. 

Saya menjadi lebih sering berbagi cerita dengan suami tentang trauma masa kecil yang ia rasakan dan saya rasakan. Kami tidak lagi mudah untuk bertengkar dan menjadi lebih mengerti satu sama lain. 

Begitu pula dengan kedua orang tua saya. Sekali waktu, Bapak saya bercerita bagaimana kerasnya pola asuh kakek terhadap bapak sewaktu kecil. Dari cerita ini lah saya jadi mengerti kalau orang tua saya tidak pernah benar-benar sengaja untuk membuat saya merasa trauma.

Dan dari adik saya, yang biasanya diantara kami ada siblings rivalvy, setelah kami melakukan pillow talk dan berbagi cerita pengalaman di masa kecil masing-masing, kami akhirnya menyadari siblings rivalvy tidak seharusnya ada diantara kami. Hubungan kami yang tadinya lebih sering diisi dengan pertengkaran, belakangan menjadi lebih hangat karena kami mencoba belajar untuk saling mengerti satu sama lain :)

  • Belajar memperbaiki pola asuh untuk menjadi orang tua yang lebih baik
Setelah belajar berdamai dengan trauma di masa kecil, saya belajar untuk memperbaiki pola asuh saya kepada Aliyah. Sekali waktu saya dan suami mengobrol santai dan saling berbagi tentang hal yang tidak kami harapkan dari pola asuh orang tua kami di masa lalu terjadi kepada Aliyah, misalnya trauma masa kecli suami yang dulu jarang diberi ruang untuk menyampaikan pendapat dan perasaannya, dari sini kami belajar untuk menjadi orang tua yang terbuka bagi Aliyah untuk berbagi cerita ataupun tentang apa yang sedang dirasakannya.
  • Tidak mudah menjudge atas sikap atau keputusan yang diambil oleh orang lain
Karena mulai memahami jika setiap individu punya pengalaman di masa lalu yang berbeda, maka saya percaya setiap tindakan yang dilakukan oleh seseorang sedikit banyak dipengaruhi oleh pengalamannya di masa lalu. Tidak ada yang salah atau benar dalam setiap obrolan atau berbagi pendapat :)



  • Lebih sering mengajak anak mengobrol dan memahami apa yang dirasakannya
Lebih sering mengajak Aliyah mengobrol dan memahami apa yang dirasakannya menjadi pembelajaran yang sangat berarti bagi saya setelah belajar berdamai dengan trauma masa kecil. Karena pengalaman yang kurang menyenangkan bisa saja muncul di dalam kehidupan Aliyah sampai ia dewasa kelak, yang bisa datang dari mana saja seperti lingkungan pertemanannya atau sekolahnya. 

Sejak peristiwa marah saya kepada Aliyah tempo hari, saya jadi lebih sering mengajaknya mengobrol dan bertanya apa kejadian yang kira-kira selalu ia ingat dan membuatnya merasa sedih. Dari obrolan ini paling tidak, ia tahu ada saya yang menjadi tempat ia berbagi cerita. Harapannya, peristiwa yang kurang menyenangkan yang ia alami tidak meninggalkan trauma yang mendalam baginya.



Pada akhirnya, inilah cerita parenting versi saya, belajar berdamai dengan inner child yang terluka dari membaca artikel di Ibupedia. Ibupedia telah membantu saya belajar tidak hanya untuk menjadi ibu yang lebih baik, tapi  juga menjadi istri, anak dan kakak yang InsyaAllah lebih baik :)

Semoga cerita saya bermanfaat ya :)


Ibupedia
Pusat Informasi Kehamilan, Ibu dan Anak

Situs: www.ibupedia.com | Instagram: @ibupedia.id | Facebook: Ibupedia


Disclaimer:

Cerita saya semata-mata berdasarkan pengalaman pribadi. Saya bukanlah seorang ahli di bidang inner child maupun psikologi. Teman-teman dapat menghubungi ahli untuk mendapatkan penanganan  trauma masa kecil lebih lanjut. :)














2 comments on "Dari Membaca Artikel Di Ibupedia, Saya Belajar Berdamai Dengan Inner Child Yang Terluka"
  1. aku sering banget berbagi cerita ke temen-temen yang aku percaya dan bersyukur mereka juga supportive dan memberikan solusi untuk menjadikan diriku lebih baik

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waa senangnya mba bisa punya circle yang support selalu 🤗

      Delete