MANAGING EMOTIONS

| on
January 11, 2018

Halo Ibu apa kabar?  :) Bagaimana liburannya kemarin?  Liburan kemarin saya tidak kemana-mana dan menghabiskan waktu di rumah menyortir beberapa pakaian Aliyah yang sudah kekecilan,  memilah peralatan dapur yang sudah tidak bisa dipakai lagi,  dan beberapa hal beberes lainnya.  Alhamdulillah rumah saya agak lega sekarang walaupun luas nya tetap segitu gitu saja :D. 
Saya juga sempat sharing di insta-story saya bertanya untuk topik blog berikutnya enaknya sharingnya tentang apa. Beberapa sahabat direct mesaage ke saya. Ada yang menyarankan untuk sharing tentang GTM (Gerakan Tutup Mulut) , ada yang menanyakan juga pernah tidak saya emosi ke Aliyah sampai kebablasan dan menyesal kemudian. Keduanya cukup menarik bagi saya,  dan kali ini saya ingin share tentang hal yang kedua,  emosi yang kebablasan. 
Saya adalah seorang ibu yang tidak sempurna bagi Aliyah. Saya masih banyak kekurangan disana sini dalam mengasuh anak. Marah pada anak pun pernah,  sampai berteriak juga pernah. Setelahnya sudah bisa dipastikan saya sangat menyesal telah marah yang berlebihan ke Aliyah.  Hal ini tidak terjadi sekali dua kali,  seingat saya kurang lebih 4 kali saya seperti itu. Saya menyadari emosi saya ke Aliyah dapat mempengaruhi kondisi psikologis saya dan Aliyah baik secara langsung atau tidak langsung,  dan ini adalah penyebab rasa menyesal yang paling mendasar. Saya khawatir Aliyah tumbuh dengan keadaan emosi yang labil,  menjadi pemarah karena Ibunya memberi contoh seperti itu. 
Agar tidak kebablasan dan keterusan,  saya mencoba belajar, mencari tahu penyebabnya, mencari beberapa referensi untuk solusinya.  Saya mencoba mengingat kembali apa yang membuat saya sangat emosi saat itu. Satu kata kunci yang saya dapat. Saya akan menjadi mudah emosi secara berlebihan ketika merasa sangat kelelahan. Di salah satu buku yang saya baca  juga menyebutkan bahwa kelelahan atau kurang tidur merupakan salah satu sebab orangtua sulit mengendalikan emosi. Jadi saya mencoba untuk tidak terlalu kelelahan -hal ini sebenarnya tidak mudah bagi saya karena bagaimana bisa tidak terlalu kelelahan dengan aktivitas rumah tangga yang berbagai macam, belum termasuk menemani anak main :D- 
Bagaimana agar tidak terlalu kelelahan?  Saya akan memilah pekerjaan mana yang akan saya lakukan hari ini, yang mana yang akan saya tunda besok hari. Gambarannya seperti menentukan skala prioritas yang utama lebih dulu.  Menyiapkan makanan untuk Aliyah adalah yang paling utama.  Kemudian bermain dengan Aliyah yang kedua.  Ketika Aliyah lebih banyak ingin bermain dengan saya,  maka saya akan meninggalkan pekerjaan rumah yang lain. Biasanya setelah itu mood Aliyah akan bagus sepanjang hari, dan lebih mudah saya ajak negosiasi untuk saya tinggal melakukan pekerjaan yang lain, dan Alhamdulillah Aliyah juga ikut membantu -dalam skala anak kecil- :)
Sebelum kita mencari tahu penyebab apa yang anak lakukan sampai kita membuat kita sangat marah, ada baiknya kita mencari tahu penyebab mengapa sampai kita marah sekali pada anak. Saya rasa anak usia toodlers tidak pernah sengaja untuk membuat kita sangat marah. Mereka belum cukup tahu banyak hal.  Mungkin mereka hanya ingin sesuatu dan kita belum bisa mengerti apa maksud mereka :). Saya mencoba mengerti apa yang Aliyah inginkan. Saya akan bertanya,  Aliyah mau apa?  Mau main?  Main apa? Kalau hal yang anak inginkan adalah hal yang membahayakan,  maka saya mencoba memberi pengertian mengapa tidak boleh. 
Saya pernah membaca sebuah artikel tentang bagaimana cara agar kita tidak berteriak marah ke anak. Di artikel tersebut mencantumkan kurang lebih 21 cara,  beberapa yang cukup menarik bagi saya diantara nya: 
1. Kita bisa menarik nafas dalam dan menghembuskannya perlahan untuk mengontrol emosi yang akan keluar. 
2. Diam sejenak dan memeluk anak juga bisa dilakukan untuk mengendalikan emosi kita saat itu. Pelukan memang obat yang mujarab untuk menimbulkan rasa nyaman dan aman :)
3. Melakukan hal favorit yang membuat kita senang.  Seperti memanggang kue atau membuat kerajinan tangan. Saya belum pernah mencoba cara ini,  tapi mungkin ini cara meredam emosi secara kontinyu,  bukan instan saat itu juga. 
4. Pergi ke kamar tutup muka pakai bantal dan berteriak sekencang mungkin. Ini salah satu cara untuk meluapkan emosi tapi dengan cara aman. Anak tidak perlu melihat marah nya kita,  dan kita juga bisa sedikit merasa lebih lega. :)
Di salah satu buku yang ditulis oleh mbak Najelaa Shihab saya juga membaca tentang bagaimana mengelola emosi. Menurut mbak Najelaa Shihab, emosi adalah hal yang wajar, dan yang membuat berbeda adalah kemampuan memilih tingkah laku yang sesuai. Kita sebagai orang tua perlu selesai dulu dengan diri sendiri agar bisa sensitif dan responsif terhadap kebutuhan anak. Kita yang perlu lebih dulu mengelola emosi pribadi agar kemudian dapat membantu anak mengelola emosinya. Salah satunya ya seperti saya sebut diatas, kita perlu mengenali diri sendiri di saat lelah atau situasi lain yang mudah menyulut emosi –saya juga mudah emosi saat sedang terburu-buru, dan karenanya saya jadi belajar untuk melakukan persiapan dengan lebih baik agar tidak terburu-buru dalam melakukan sesuatu-. Pada prinsipnya ketika sedang dalam tekanan emosi, ada baiknya kita refleksi sejenak, tarik nafas yang dalam dan hembuskan lalu berpikir ulang mengenai tindakan apa yang akan kita ambil sebagai respon terhadap anak. Apakah tindakan tersebut untuk kepentingan kita atau memang karena kebutuhan anak :) Jadi kalau dipikir-pikir lagi, mengapa harus emosi sekali terhadap anak? Saya juga sering bertanya hal ini pada diri sendiri. Setelah membaca referensi ini itu In Syaa Allah bisa lebih saling mengerti lagi antara Ibu dan anak.
Semoga sharing saya ini bisa memberi manfaat yaa, Ibu.. Boleh diambil yang baiknya dan dibuang yang buruknya :) Have a nice day!

Disclaimer: saya bukan seorang ahli atau praktisi profesional. Saya hanya seorang Ibu yang sedang belajar dan In Syaa Allah terus belajar :)




Be First to Post Comment !
Post a Comment