International Day of Girl Child: Let's Girl Get Right Education To Avoid Child Marriage

| on
October 26, 2018

“Barangsiapa yang diuji dengan anak-anak perempuan, kemudian dia berbuat baik kepada mereka, maka anak-anak perempuan tersebut akan menjadi penghalang dari siksa api neraka”
(H.R Muslim 2629)

Tepat pada tanggal 11 Oktober 2018 kemarin, seluruh dunia memperingati  International Day of Girl Child atau Hari Anak Perempuan International. International Day Of Girl Child digagas oleh PBB pada tanggal 11 Oktober 2012. Hari Anak Perempuan Internasional merupakan dukungan agar lebih banyak anak perempuan yang memperoleh kesempatan yang sama di berbagai aspek seperti akses pendidikan, gizi, hak-hak hukum, perawatan media, perlindungan dari diskriminasi, perlindungan dari kekerasan, dan perlindungan dari pernikahan anak secara paksa.

Selain itu, Hari Anak Perempuan Internasional juga merupakan bentuk dukungan terhadap gadis-gadis muda yang telah berprestasi di berbagai bidang pembangunan, penelitian, programming, kampanye, dan lain-lain.

Tidak dapat dipungkiri bahwa memang banyak kejadian fakta tentang diskriminasi, kekerasan, penindasan, tidak diberi hak untuk memperoleh pendidikan tinggi, perdagangan perempuan yang dialami oleh anak perempuan di seluruh dunia. 

Di Indonesia sendiri, sampai saat ini masih sering terjadi hal-hal tersebut, terutama pernikahan paksa pada usia dini. Beberapa faktor penyebabnya antara lain  faktor ekonomi, lalu minimnya pengetahuan orang tua, anak yang putus sekolah, dan kurangnya kepedulian lingkungan di sekitar.





Pada tahun 2015, Michelle Obama mengkampanyekan gerakan #62MillionsGirls untuk mengingatkan kita bahwa diluar sana ada 62 juta anak perempuan di seluruh dunia yang putus sekolah atau tidak mendapatkan haknya untuk memperoleh pendidikan yang layak!



Sebagai ibu dari seorang anak perempuan saya ikut merasa sedih dengan berbagai isu diatas, terutama tentang pernikahan anak secara paksa dan anak  perempuan yang putus sekolah. Kedua hal tersebut sebenarnya berkaitan, bahwa anak perempuan yang putus sekolah cenderung menjadi korban pernikahan anak secara paksa.

Pernikahan anak secara paksa sendiri  bisa terjadi karena dipaksa oleh kedua orang tuanya, atau terpaksa karena pola pergaulan bebas yang berujung kebablasan. Bagaimanapun pernikahan anak secara paksa ini membawa dampak yang kurang baik bagi kehidupan anak itu sendiri. Anak bisa saja merasa hidupnya kurang beruntung, kebahagiaan nya terenggut, tidak lagi  mendapatkan hak untuk bersekolah, mudah cemas dan depresi, dan berbagai dampak psikologis lainnya.

Lalu apa yang harus kita lakukan untuk membantu mengurangi resiko terjadinya pernikahan secara paksa sebagai seorang Ibu yang notabene juga adalah anak perempuan dari orang tua kita?

1. Ikut ambil bagian mendukung gerakan Save Children Stop #PerkawinanAnak

Di social media saya sempat melihat iklan akun Instagram @savechildren_id. Mereka adalah Yayasan Sayangi Tunas Cilik yang memiliki concern pada anak. Tujuan dari yayasan ini adalah bahwa setiap anak berhak mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Pada saat Hari Anak Perempuan Internasional kemarin, mereka mengkampanyekan gerakan stop #PerkawinanAnak, karena memang di Indonesia masih marak terjadi #PerkawinanAnak.




Saya sendiri tergerak untuk ikut mendukung gerakan ini dengan mendaftarkan diri sebagai pendukung gerakan ini. Saya meyakini bahwa sesuatu yang baik harus dilakukan sekecil apapun itu :)








2. Memberi bekal pendidikan yang layak untuk anak

Pendidikan yang layak merupakan hak semua anak. Kita sebagai orang tua diwajibkan untuk memberi bekal pendidikan yang layak bagi anak. Di dalam agama pun, mewajibkan pendidikan yang layak bagi anak.

"Tak ada yang lebih utama yang diberikan orang tua kepada anaknya melebihi adab yang baik.” 
(HR. Tirmidzi 1875)

Anak perlu kita didik sejak masih di dalam kandungan sampai akhir hayat kita, sekalipun saat anak telah berkeluarga menurut saya.

Apa saja yang perlu kita lakukan dalam mendidik anak?

- Saat anak masih di dalam kandungan

Janin yang masih di dalam kandungan perlu kita didik dengan baik karena otak bayi telah mulai tumbuh berkembang sejak di dalam kandungan. Kita dapat melakukannya dengan cara berbicara dengan calon bayi, menyanyikan lagu, membacakan ayat-ayat suci, mengelus perut untuk mengajarkan kasih sayang, dan lain-lain. Makan makanan sehat dan bernutrisi juga merupakan bentuk mendidik anak untuk mengenal makanan sehat sejak dini :)


- Saat anak usia dini

Anak usia dini atau dikenal dengan golden age perlu dididik dengan layak karena di usia ini adalah usia emas mereka dimana otak mereka tumbuh berkembang dengan cepat. Berbagai stimulasi sederhana dapat dilakukan di rumah dalam rangka mendidik anak. Bisa dimulai dengan berkegiatan bersama, belajar memahami perasaannya, belajar mengelola emosi, belajar mandiri, belajar disiplin, belajar bertanggung jawab dengan cara sederhana, belajar berdoa dan melakukan adab-adab yang baik, dan belajar mengenal makanan yang sehat dengan harapan kelak anak akan terbiasa dengan makanan sehat dan saat dewasa dan berkeluarga nanti anak akan menjadi Ibu yang juga menyajikan makanan sehat untuk anaknya :)

- Saat anak usia sekolah

Pada usia ini anak dididik untuk belajar bertanggung jawab dan disiplin, mengenal hubungan sebab akibat dari setiap tindakan yang dilakukan atau keputusan yang diambil. Saat usia ini anak juga perlu diberi pendidikan seks dini seperti mengajarkan tentang organ reproduksi dengan menanamkan nilai moral, etika, serta komitmen agar tidak terjadi penyalahgunaan organ seksual.

Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah mengajarkan anak untuk tidur terpisah dari orang tua, belajar bersuci sendiri (membersihkan hadats) tanpa bantuan orang tua, membiasakan anak untuk menutup auratnya, mendidik anak tentang adab pergaulan antara lawan jenis, memberi tahu bagian tubuh tertentu yang tidak boleh dipegang orang lain, menjelaskan tentang tanda-tanda jika anak sudah baligh, dan selalu mendampingi anak serta menjaga komunikasi yang baik dengan anak.



- Saat anak telah dewasa

Anak usia dewasa cenderung mempunyai pemikiran sendiri yang tidak jarang mengakibatkan sering berbeda pendapat dengan orang tuanya. Kita sebagai orang tua dapat bersikap sebagai teman bagi anak agar anak nyaman untuk berbagi pendapat dan pemikirannya dengan kita. Saya sendiri masih cukup merasa nyaman saat Bapak Ibu saya mengajarkan bagaimana seharusnya menjadi istri yang baik, bagaimana pola asuh anak yang baik dari sudut pandang mereka. Jika saya rasa apa yang mereka katakan ada benarnya, InsyaAllah saya menuruti perkataan mereka. Intinya adalah di usia ini baik orang tua maupun anak bersikap terbuka dan dapat menerima masukan orang lain tapi perlu merasa salah satu pihak yang paling benar :) 

3. Memiliki perencanaan keuangan yang baik


Kita sebagai orang tua perlu memiliki perencanaan keuangan yang baik demi memberi fasilitas pendidikan yang layak bagi anak. Harapannya, orang tua yang matang dalam pengelolaan dan perencanaan keuangannya dapat menyekolahkan anaknya di tempat yang layak sampai ke jenjang yang tinggi. Anak yang putus sekolah dan yang mengalami pernikahan paska kebanyakan juga berasal dari orang tua yang keadaan ekonominya kurang dan perencanaan keuangan yang tidak matang. Kalau belum merasa mampu memberi pendidikan yang layak untuk dua orang anak, tidak ada salah menunda kehamilan untuk anak kedua :)

Kurang lebih, ketiga poin diatas adalah sebagian kecil yang mulai dapat kita lakukan untuk menghindari anak putus sekolah dan mengalami pernikahan secara paksa. 

Bagaimanapun, hal-hal yang saya share diatas bukan apa-apa tanpa kehangatan keluarga yang diiringi doa kepada Sang Pencipta agar anak perempuan kita dapat terhindar dari pernikahan secara paksa.


Yuk mulai bergerak paling tidak dari diri kita sendiri dan keluarga kita :)

Semoga sharing saya bermanfaat ya :)


Sekali lagi Happy International Day of Girl Child! 




Be First to Post Comment !
Post a Comment